RAW JAPAN
8 hari yang laluFood

Kembali ke Medan Tempur dalam 3 Menit: “Tachigui Soba”, Bekal Pejuang Kantoran Jepang

Photo by Hajime NAKANO, Tachigui (Standing Eating) via Wikimedia Commons, CC BY 2.0Photo by Hajime NAKANO, Tachigui (Standing Eating) via Wikimedia Commons, CC BY 2.0
広告を読み込み中...

Sebelum kerja, saat makan siang, menjelang kereta terakhir

Kenapa orang memilih soba?

Bagi para pejuang di kota besar, tachigui soba (soba berdiri) bukan sekadar makanan—itu adalah bahan bakar untuk kembali ke garis depan. Dengan koin di tangan di depan mesin tiket, menyeruput mie, dan kembali beraktivitas hanya dalam tiga menit… Pemandangan ini sudah lama menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di stasiun dan gang Jepang. Logika makan sambil berdiri, kecepatan dan harga yang tak tertandingi, serta rasa yang mengejutkan memuaskan—budaya tachigui soba adalah potret kecil dari ketangguhan kelas pekerja.


Lahir di Era Edo, Tumbuh Bersama Kereta—Semangkuk untuk Bertempur.

二八そば.jpgAsal-usul tachigui soba bermula dari pedagang soba keliling di zaman Edo. Dari sore hingga larut malam, mereka berjalan memikul gerobak sambil memanggil “Soba~ soba~”, menyajikan semangkuk soba cepat untuk dimakan sambil berdiri. Tidak ada bangku atau papan nama—hanya mangkuk kayu sederhana yang disajikan dan dihabiskan dalam beberapa menit. Bagi warga kota yang sibuk, ini adalah fast food sejati.

Tsuge Station1898.jpg
Gambar dari Stasiun Tsuge era Meiji via Wikimedia Commons (Domain Publik) – Sekitar tahun 1898, era Kansai Railway

Gaya soba cepat modern yang terhubung dengan stasiun kereta dimulai pada akhir era Meiji. Ketika para penumpang menginginkan makanan hangat selain bento, kios soba mulai bermunculan di dalam stasiun.

maneki.jpg
Foto oleh Maneki Shokuhin

Sekitar tahun 1949, Maneki Shokuhin mulai menjual "Ekisoba" di peron Stasiun Himeji. Saat itu, satu mangkuk udon di pasaran seharga 30 yen, sedangkan ekisoba mereka dijual 50 yen dengan wadah keramik bertutup. Wadah tersebut bahkan bisa dikembalikan dengan harga 10 yen. – Dari “Sejarah Maneki Shokuhin”

Pada awal era Showa, kios soba mulai hadir langsung di peron. Setelah Perang Dunia II, ketika orang mencari makanan cepat bernutrisi, perusahaan seperti Japan National Railways dan jalur swasta mulai meresmikan keberadaan soba di dalam dan luar stasiun. Pada tahun 1950–60-an, dengan rutinitas perjalanan kerja dan bisnis yang semakin padat, makan soba di peron menjadi kebiasaan harian, dan toko tachigui soba mulai menyebar ke luar gerbang tiket.

Dari sinilah lahir rantai seperti Fuji Soba, Hakone Soba, Komoro Soba, dan Shibusoba. Tachigui soba tumbuh seiring budaya pegawai kantoran Jepang—setia menemani mereka yang tak punya waktu tapi tetap lapar.


Cepat, Murah—Tapi Bukan Sembarangan.

立ち食いそば.jpg
Foto oleh Hajime NAKANO, Kedai Tachigui Soba, 2010 via Wikimedia Commons, CC BY 2.0
Kekuatan utama dari tachigui soba adalah kecepatannya. Beli tiket, letakkan di konter, dan dalam 30 detik semangkuk soba hangat sudah siap. Bahkan dengan topping, tetap bisa dibayar dengan satu koin. Ramah di kantong, nyaman di perut.

Rasanya? Umumnya “lumayan enak”. Tapi justru konsistensinya yang penting—rasa lumayan yang selalu bisa diandalkan itu adalah berkah. Kuahnya asin namun menghangatkan. Mi-nya lembut dan mudah diseruput. Bukan hidangan mewah, tapi pas banget untuk waktu dan kondisi saat itu. Itulah daya tarik sejati tachigui soba.

港屋.jpg
Foto oleh photoAC – Nikusoba dari Minatoya
Namun, tidak semua tempat hanya “lumayan”. Beberapa seperti nikusoba dari Minatoya atau Kameya di Shinjuku menyatukan kecepatan dan rasa dengan sangat mengesankan. Seruput biasa bisa berubah jadi ketagihan—tahu-tahu kamu sudah ingin balik lagi.


Kroket, Chikuwa, Tempura Krisan—Gorengan Menyelesaikan Segalanya.

31842663_m.jpg
Foto oleh photoAC – Soba dengan Kroket
Dalam dunia tachigui soba, topping adalah bintang utama. Terutama yang digoreng: tempura, chikuwa (kue ikan), daun krisan, jamur maitake—apapun yang bisa digoreng, bisa ditaruh di atas soba.

Yang paling ikonik? Soba dengan kroket. Tepungnya menyerap kuah, kentangnya melebur dengan mi, dan tampilannya... agak berantakan. Tapi justru itu daya tariknya. Bukan masakan elegan, tapi rasa yang lahir dari kebutuhan.

Di antara lautan topping ini, ada satu legenda: “Anago Ten Soba” dari Nichiei-ken di peron 3–4 Stasiun JR Higashi-Kanagawa, berdiri sejak tahun 1918. Tempura belut laut yang sangat besar menutupi mangkuk, renyah tapi berisi rasa umami—lebih dari 100 tahun sejarah dalam satu sajian.


Setiap Daerah Punya Rasa Sendiri—Jelajahi Jepang Lewat Soba.

24838228_m.jpg
Foto oleh photoAC – Maneki Ekisoba di Stasiun Himeji (Jalur turun)
Tachigui soba ada di seluruh Jepang, tapi rasa dan budayanya sangat berbeda tergantung daerah. Di Tokyo, kuahnya hitam dan kuat dengan kecap. Di Kansai, kuahnya jernih dan berbasis dashi. Di Nagoya, soba menyimpang ke arah kishimen. Di Hokkaido, kamu bisa menemukan tempat yang menyajikan soba dan ramen sekaligus.

Bahkan definisinya pun bisa beda. Di Tokyo, “Tanuki Soba” berarti soba dengan remah tempura. Di Kansai, itu merujuk pada udon dengan saus kental. Kebingungan ini justru jadi bagian dari pesona soba. Layaknya bahasa daerah, setiap mangkuk berbicara dengan logatnya sendiri.

Soba Tokyo 関東そば.jpg
Soba Kyoto 京都にしんそば.jpg

Era Reiwa—Tapi Soba Tetap Eksis.

27986100_m.jpgHari ini, tachigui soba tidak selalu dimakan sambil berdiri. Banyak tempat sekarang menyediakan kursi, meja, AC, pencahayaan terang, bahkan musik latar—kadang kamu tak sadar itu soba berdiri. Mesin kasir mandiri dan pembayaran non-tunai juga makin umum.

Namun, masih ada tempat yang setia pada tradisi—menyajikan dalam 1 menit, dimakan dalam 3. Di tengah kenyamanan modern, semangatnya tetap hidup: cepat, sederhana, tapi penuh perhatian. Dulu dan sekarang, tachigui soba terus menjalankan misinya: mengisi perut para pejuang kantor Jepang.


RAW JAPAN’s Takeaway

Rasanya: kembali ke medan tempur dalam satu mangkuk.

Sebelum pagi yang sibuk, saat istirahat makan siang yang sempit, di ujung malam dan kereta terakhir—uap dari soba selalu hadir. Cepat, murah, mengenyangkan, dan sedikit menghibur. Itulah kenapa orang terus menyeruput.

Tachigui soba: pelarian 3 menit yang tertanam dalam rutinitas harian.

Dan ritual kecil untuk kembali bertempur.

Kredit gambar: Situs resmi Maneki Shokuhin

広告を読み込み中...
KAMIMURA ZAPPO-DOU
KAMIMURA ZAPPO-DOU
Lihat artikel editor ini

Pecinta Jepang yang penuh keanehan, dan ayah dari dua anak. Selalu mencari momen “lho kok gitu?” yang tersembunyi di balik keseharian.

7/31/2025 — RAW JAPAN
TachiguiSobasobaJapaneseFastFoodCultureStandingSobaTokyoEatsSobaNoodlesJapanAnagoTempuraTrainStationFoodSalarymanLife